ARTICLE AD BOX
Mengangkat tema warisan seniman Jerman kelahiran Rusia, Walter Spies (1895–1942), pameran ini mengeksplorasi pengaruh mendalam Spies terhadap lanskap budaya Bali yang masih terasa hingga kini. Proyek seni ini digagas oleh Michael Schindhelm, seorang penulis, pembuat film, dan kurator ternama.
Warisan Walter Spies dan Narasi Kontemporer Bali
Yuda Bantono, Koordinator Pameran Seni Rupa, menjelaskan bahwa ROOTS berfokus pada perjalanan Spies yang tiba di Bali pada 1920-an.

Yuda Bantono, Koordinator Pameran ROOTS di ARMA Museum.
“Warisan Spies sangat terkait erat dengan narasi kontemporer Bali. Pameran ini bertujuan menunjukkan pengaruh Spies yang mendalam, sekaligus menjelajahi warisan pascakolonial pulau ini selama seabad terakhir,” ujar Yuda kepada NusaBali, Sabtu (18/4/2025).
Pusat perhatian pameran ini adalah Villa Iseh di Sidemen, Karangasem, yang dibangun Spies pada 1937 sebagai tempat peristirahatan. Vila ini pernah menjadi destinasi bagi tokoh dunia seperti David Bowie, Yoko Ono, dan Mick Jagger.
Pameran juga akan mengangkat isu pariwisata massal, degradasi lingkungan, dan kompleksitas identitas budaya Bali. Sorotan pameran mencakup karya pelukis Made Bayak dan seniman grafis Gus Dark, yang mengeksplorasi perjuangan masyarakat Bali melestarikan identitas budaya di tengah tantangan kontemporer, serta momen bersejarah seperti genosida 1965.
Pameran ini turut menampilkan cuplikan film dokumenter fiksi ROOTS karya Michael Schindhelm, yang menggambarkan Spies sebagai hantu yang menghantui Bali modern. Dalam film tersebut, Spies berinteraksi dengan seniman dan tokoh Bali, merenungkan dampak peradaban Barat terhadap budaya pulau ini. Pengunjung diajak menyusuri perjalanan Spies, 99 tahun setelah kunjungan pertamanya ke Bali.
Perspektif Seniman Bali
Made Bayak, salah satu seniman yang terlibat, mengaku terinspirasi oleh konsep “hantu” Walter Spies yang hadir di Bali kontemporer. “Saya membawa hantu Spies ke tempat-tempat yang tidak turistik, seperti bekas penjara di Pekambingan, dan berdiskusi dengan komunitas lokal tentang isu sosial, politik, budaya, hingga lingkungan,” ungkap Made Bayak.
Ia menyoroti dampak industri pariwisata yang digagas Spies, yang kini menjadi masalah bagi Bali, serta mempertanyakan pembentukan tradisi budaya Bali pascakolonial. Karyanya, yang mencakup instalasi, patung, lukisan, dan grafis, mengkritisi situasi Bali saat ini.
Sementara itu, Gus Dark, seniman grafis asal Karangasem, merasa terhubung secara pribadi dengan Spies. “Saya tidak menyangka kisah Spies terkait dengan kehidupan saya. Spies banyak menemukan inspirasi di Iseh, tempat kelahiran saya,” tuturnya.
Gus Dark pun menceritakan pengalamannya di Basel, saat melihat karya seniman Bali di Museum der Kulturen, yang ternyata diambil oleh seniman Eropa pada era kolonial. Karyanya dalam pameran ini menyoroti isu sosial, seperti degradasi budaya dan dampak pariwisata massal, yang ia ekspresikan melalui visual grafis.
Proyek Memori Kolektif
Michael Schindhelm, dalam keterangan tertulis, menyatakan, “Pameran ROOTS dan dokumenter berjudul sama merupakan proyek memori kolektif untuk membahas pengaruh budaya modern Barat terhadap tradisi Bali. Warisan Spies dan transformasi Bali menjadi destinasi wisata global adalah ‘warisan bersama’.
ROOTS berupaya menempatkan warisan Spies dalam konteks sejarahnya sekaligus memahami signifikansinya bagi Bali saat ini.” Film ROOTS karya Schindhelm akan ditayangkan di berbagai lokasi di Bali pada 21 Mei hingga 14 Juni, dengan pemutaran khusus dan seremoni penghargaan bagi pelajar pemenang kompetisi ulasan film pada 14 Juni di ARMA Museum.
Pameran ini melibatkan sejumlah tokoh budaya Bali, seperti penari Dewa Ayu Eka Putri, musisi Putu Tangkas Adi Hiranmayena, koreografer internasional Wayan Dibia, serta pendiri ARMA Museum, Agung Rai. Melalui kolaborasi ini, semangat Spies dihidupkan kembali, menghormati warisannya yang penuh teka-teki, sekaligus merangkainya ke dalam narasi Bali modern.
ROOTS menjadi ruang refleksi tentang pertukaran budaya, sejarah pascakolonial, dan tantangan Bali di era global, sekaligus mengenang peran Walter Spies sebagai pelopor modernisme di pulau ini.