Investasi di Bali Bergeser ke Real Estat, PHRI Curigai Jadi Tanda Pertumbuhan Vila Ilegal

5 hours ago 3
ARTICLE AD BOX
Sekretaris BPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali Perry Markus menilai fenomena pergeseran tren investasi dan kemunculan akomodasi ilegal ini memiliki keterkaitan. Hal ini disampaikannya di Rakor Optimalisasi Regulasi dan Pengawasan Sektor Akomodasi di Provinsi Bali, Senin (28/4/2025).

“Dari sini kita mencoba lagi untuk melihat. Oh, ternyata besarnya tadi perumahan dan lain-lain itu adalah berdirinya akomodasi-akomodasi seperti vila dan perumahan itu, dialihfungsikan,” ujar Perry di Kantor Dinas Pariwisata (Dispar) Provinsi Bali, Niti Mandala, Denpasar, Senin siang.

Perry mencurigai, proses pengajuan izin dan penggunaan vila-vila bodong tersebut tidak sinkron. Ada indikasi vila tersebut diajukan untuk perizinan pengembangan perumahan, namun di lapangan difungsikan sebagai akomodasi pariwisata.

“Ya kalau semuanya itu legal, berizin, dan tercatat (sesuai peruntukan). Masalahnya, ini tidak ada tercatat dan memang benar okupansi menjadi menurun di hotel-hotel berbintang dan non bintang,” beber Perry yang juga eks Ketua BPC PHRI Badung.

Fenomena ini pun dikonfirmasi Dispar Buleleng dalam Rakor. Bahwa, salah satu tantangan Dispar Buleleng melakukan pengawasan usaha pariwisata adalah ketidaksinkronan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Misal, perizinan diajukan untuk KBLI tertentu, namun usaha yang dijalankan tidak sesuai KBLI yang diajukan.

Perry tidak sungkan mengatakan bahwa menjamurnya vila ilegal telah merugikan hotel berbintang dan non bintang di Bali. Kata dia, ini bukan saja soal okupansi yang menurun sampai 20 persen di kuartal pertama 2025 ini. Namun, fakta bahwa akomodasi pariwisata ilegal ini tidak melakukan kewajiban pajak.

Sementara itu, soal pergeseran tren investasi di Bali dari sektor hotel dan restoran alias akomodasi ke real estat ini dikonfirmasi Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Bali I Wayan Sumarjaya di Rakor yang sama, Senin siang.

“Prioritas (investasi) tahun (2024) lalu memang bergeser dari sebelumnya yang mendominasi adalah sektor hotel dan restoran, bergeser ke perumahan atau real estat,” ungkap Sumarjaya.

DPMPTSP Bali mencatat realisasi investasi di Bali selama 2024 mencapai 225 persen terhadap target yakni sekitar Rp 36,52 triliun. Menariknya, 62 persen dari total investasi yang terealisasi di Bali merupakan Penanaman Modal Asing (PMA).

Sumarjaya menilai dominasi PMA menunjukkan bahwa pemodal asing masih optimis dengan iklim usaha Pulau Dewata. Di sisi lain, ia tidak memungkiri bahwa mungkin dalam proses realisasi investasi tersebut telah menimbulkan ekses terhadap pariwisata.

“Yang salah bukan investasinya, mungkin di dalam tata kelola dan lain sebagainya,” tegasnya. *rat
Read Entire Article