Dorong Tindak Tegas Mafia Hukum

1 day ago 2
ARTICLE AD BOX
Anggota Komisi III DPR RI Dapil Bali dari Fraksi PDI Perjuangan Dr I Wayan Sudirta, S.H, M.H mengatakan, Komisi III DPR pada saat itu menyoroti para hakim pada kasus Ronald Tannur yang divonis bebas pada tingkat pertama sebelum diputus bersalah di tingkat kasasi. Fenomena suap pada sistem peradilan ini sudah sejak lama terjadi dan masih terjadi hingga saat ini. Permasalahan ini ternyata belum hilang sama sekali. Seperti penyakin kronik yang belum ada obatnya.

Menurut Sudirta, fenomena suap hakim dan mafia peradilan di Indonesia telah menjadi masalah sistemik yang merusak integritas penegakan hukum. Kata dia, praktik suap, intervensi pihak eksternal, dan kolusi antara penegak hukum, pengacara, dan para pihak berperkara telah menggerogoti kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Pemerintah dan DPR telah berupaya dengan berbagai cara seperti membentuk Satuan Tugas Khusus maupun Panitia Kerja untuk menyoroti hal ini, namun ternyata kartel hukum ini tidak hilang atau bisa dikatakan justru semakin nyata terjadi. 

“Saya meyakini jika saat ini dilakukan survei terbuka terhadap masyarakat, sudah bukan rahasia umum bahwa sistem peradilan dan penegakan hukum sangat rentan dengan suap maupun mafia atau calo. Hal ini sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan Masyarakat,” ujar Sudirta dalam keterangan tertulisnya, Senin (14/4).

“Sebenarnya apa yang salah dari sistem peradilan kita ini? Sejak zaman reformasi, telah ada komitmen untuk mereformasi sistem hukum dan peradilan secara lebih terbuka. Seluruh format kajian terhadap independensi, kemandirian, maupun upaya untuk meningkatkan integritas dan kualitas peradilan telah dicoba. Akan tetapi seolah permasalahan ini tidak akan pernah berhenti dan terus menerus terjadi, bahkan semakin marak dan kasat mata,” imbuh pendiri Bali Corruption Wacth (BCW) ini.

Menurut Sudirta, permasalahan mengenai suap menyuap dalam sistem peradilan bukanlah hal baru karena pasti terkait dengan penanganan perkara dan kewenangannya. Hal ini bisa teridentifikasi dari beberapa akar permasalahan. Seperti budaya korupsi yang sudah sangat kronis dan sistemik dibarengi dengan lemahnya pengawasan internal dan eksternal. “Penanganan permasalahan hakim dan aparat penegak hukum sepertinya hanya “gesture” belaka atau untuk meredam amarah public,” ujar advokat senior ini. 

Dikatakan Sudirta, pencegahan dan pemberantasan mafia hukum dan peradilan termasuk budaya suap hakim dan penyalahgunaan kewenangan adalah masalah serius yang membutuhkan pendekatan multidimensi. Reformasi struktural, pemanfaatan teknologi, penegakan hukum tegas, dan peningkatan kesadaran integritas harus dilakukan secara konsisten dan simultan. “Tanpa upaya serius, kepercayaan publik terhadap hukum di Indonesia akan terus merosot dan tentunya menghambat pembangunan bangsa dan sumber daya manusia Indonesia,” ujar Sudirta. 

Dia mendorong penegakan hukum (penindakan), pencegahan, pelatihan, dan langkah-langkah sistemik dalam pengambilan kebijakan dan penanganannya harus terus dilakukan secara transparan dan berkelanjutan. “Mudah-mudahan komitmen bersama kita akan mampu memberantas mafia hukum dan peradilan yang meresahkan,” tegas Ketua Tim Panitia Perancang Undang-Undang DPD RI periode 2004-2009 dan 2009-2014 ini.n nat
Read Entire Article