Dharma Santi Nasional 2025 Perayaan Hari Suci Nyepi Tahun Saka 1947

8 hours ago 3
ARTICLE AD BOX
Hal itu, disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Pratikno dalam Dharma Santi Nasional 2025 Perayaan Hari Suci Nyepi Tahun Saka 1947, yang berlangsung di GOR Ahmad Yani, Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Sabtu (26/4). Di acara tersebut, Pratikno mewakili Presiden Prabowo yang berhalangan hadir.

“Pertama, saya sampaikan permintaan maaf bapak presiden tidak bisa hadir pada acara hari ini. Beliau sampaikan salam dan ucapan terima kasih atas dukungan dan kontribusi luar biasa umat Hindu untuk Indonesia, khususnya dalam mendukung program-program bapak presiden,” ujar Pratikno saat memberikan sambutan.

Atas nama Presiden Prabowo dan pemerintah, Pratikno mengucapkan Selamat Hari Raya Nyepi dan Tahun Baru Saka 1947 kepada umat Hindu di tanah air. Menurut Pratikno, Nyepi memiliki kesan penting bukan hanya untuk umat Hindu saja, melainkan juga bagi seluruh umat manusia.

“Hari Nyepi adalah pengingat, bahwa di tengah hiruk pikuk dunia, manusia sangat memerlukan jeda. Hening bukan karena lemah. Sunyi, bukan karena kalah. Tapi, karena keheningan itulah kita bisa temukan arah. Mendengar suara hati, menyadari kembali eksistensi kita sebagai makhluk spiritual dan sosial,” kata Pratikno.

Nilai-nilai catur brata penyepian, lanjut Pratikno, adalah bentuk konkret dari pengendalian diri, intropeksi diri serta keberadaan manusia terhadap alam semesta. “Oleh karena itu, saya tegaskan sekali lagi, Hari Raya Nyepi adalah pengingat bukan hanya bagi umat Hindu, tetapi juga semua umat manusia di dunia yang sekarang ini penuh hiruk pikuk,” papar Pratikno.

Menurut Pratikno, dalam dunia yang cepat berubah dan mudah terkoneksi dengan sesama manusia tanpa batas negara dan waktu, membuat setiap orang bisa berkomunikasi dengan siapa pun tanpa batasan waktu dan jarak. Di sisi lain, banjir informasi tanpa redaksi dan iklan tanpa henti. Untuk itu, menjadi sepi dan hening sangat tidak mudah.

Terlebih teknologi berkembang sangat pesat. Di samping itu, kecerdasan buatan AI (artificial intelligence) bisa meniru manusia. Kemudian krisis alam mendesak setiap orang untuk cepat adaptasi. Ditambah lagi, pandemi terjadi beberapa tahun lalu dan perang terus terjadi. Oleh karena itu, perubahan bisa terjadi bukan tahunan, tapi bisa harian. Bahkan, dalam waktu hitungan jam.

“Perubahan bukan terjadi secara linier, tetapi bisa terjadi secara eksponensial. Oleh karena itu, dalam suasana seperti inilah nilai-nilai Nyepi semakin sangat relevan. Kita tidak bisa menghadapi dunia yang bising dengan cara ikut-ikut bising. Kita butuh ruang hening, butuh ruang batin yang jernih untuk bisa membuat keputusan bijak. Keputusan yang membawa kebaikan bagi semua makhluk tuhan dan berorientasi kepada masa depan,” ujar Pratikno.

Untuk itu, kemajuan teknologi, globalisasi, dan semua tranformasi yang terjadi tidak boleh membuat seseorang kehilangan nilai-nilai kemanusiaan dan kearifan. “Kita harus mampu menjadi bangsa modern tanpa tercerabut dari akar kita. Maju teknologi, tetapi harus arif dalam tradisi. Memang kita harus inovatif, namun harus manusiawi. Kita harus produktif tetapi kita juga harus kontempelatif,” tandas Pratikno.

Pratikno pun mengajak semua untuk mendalami Hari Raya Nyepi. Lantaran ada nilai kesadaran diri serta nilai keharmonisan dengan alam. Nilai-nilai tersebut, bisa menjadi dasar dalam menyongsong Indonesia ke depan. “Mari kita jadikan Hari Raya Nyepi sebagai momentum nasional agar kita semua belajar pentingnya hening di tengah hiruk pikuk dunia. Pentingnya mawas diri sebelum melangkah jauh, pentingnya bersikap bijak untuk semua kehidupan,” imbuh Pratikno.

Bagi Pratikno, kemajuan tanpa kebijaksanaan akan bisa berakhir dengan kebencaaan. Sementara kecepatan tanpa arah hanya membawa lebih cepat  tersesat. Dia pun, mengucapkan terima kasih kepada umat Hindu Indonesia yang terus menginspirasi. “Dengan semangat Nyepi, mari kita hening untuk memahami, diam mendengar, dan tenang dalam melangkah,” kata Pratikno.

Selain Pratikno, hadir pula Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia Arifah Choiri Fauzi, Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar, Wakil Menteri Pariwisata (Wamenpar) Ni Luh Puspa, Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Wamendukbangga) Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka.

Menag Nasaruddin dalam sambutannya mengapresiasi Dharma Santi sebagai sebuah ruang rekonsiliasi sosial dan spiritual. “Dharma Santi bukan sekadar pertemuan seremonial semata, tapi menjadi ruang rekonsiliasi sosial dan spiritual setelah menjalani prosesi penyucian diri secara personal melalui Catur Brata Penyepian,” ujar Menag Nasaruddin.

Selain itu, kata Menag Nasaruddin, Dharma Santi juga menjadi ruang penguat ikatan sosial dan saling memaafkan. Diketahui, tema Dharma Santi Nasional 2025 adalah ‘Manawasewa, Madhawasewa: Mewujudkan Indonesia Emas 2045’. Tema ini menggambarkan nilai pengabdian kepada sesama sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan.

Menag Nasaruddin menilai tema tersebut memiliki perpaduan nilai spiritual dan sosial yang sangat penting dalam pembangunan bangsa demi mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Plus sejalan dengan visi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Ketua Panitia Dharma Santi Nasional 2025 Gede Narayana menjelaskan makna tema Perayaan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1947. Menurut Gede Narayana, tema itu berkaitan dengan penyatuan nilai spiritual agama Hindu dalam konteks kebangsaan Indonesia dan sejalan dengan visi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka pula.

“Tema Dharma Santi tahun 2025 bermakna pelayanan kepada manusia adalah pelayanan kepada Tuhan. Tema ini merupakan refleksi nilai-nilai spiritual Hindu yang menyatu dengan semangat kebangsaan untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 yang inklusif, berdaya saing, dan sejahtera. Hal ini sejalan dengan visi besar Asta Cita Pemerintah Indonesia,” ucap Gede Narayana.

Pria yang juga sebagai anggota Komisi Informasi Pusat ini selanjutnya memaparkan rangkaian Perayaan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1947. Menurut dia, panitia telah melaksanakan rangkaian acara dalam empat kelompok kegiatan yakni berkaitan dengan aspek ritual, intelektual, sosial dan lingkungan, serta seremonial.

Aspek ritual meliputi pelaksanaan Upacara Melasti di Cilincing Jakarta Utara, Tawur Agung Kasanga yang dilaksanakan di Candi Prambanan, Jawa Tengah, serta pelaksanaan Hari Suci Nyepi dengan menjalankan Catur Brata Penyepian. Konteks intelektual, diisi dengan kegiatan seminar nasional yang melibatkan umat lintas agama.

Pada sisi sosial dan lingkungan, panitia mengisi rangkaian acara bakti sosial, pemeriksaan kesehatan gratis, bhoga sevanam (berbagi makanan dan sembako) secara serentak di daerah-daerah serta penanaman pohon. Kemudian aspek seremonial adalah acara puncak Dharma Santi Nasional yang menghadirkan ribuan umat dan tamu undangan untuk saling bertemu dan melakukan simakrama.

Dalam beberapa rangkaian kegiatan tersebut, Wamenpar Ni Luh Puspa dan Wamendukbangga Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka turut aktif. 

Ketua Umum PHDI Pusat Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya dalam sambutannya, menekankan pentingnya mewujudkan Asta Cita pemerintah.  Wisnu Bawa Tenaya mengaitkan visi pemerintah itu dengan ajaran kepemimpinan Hindu, yakni Asta Brata dalam kitab Manawa Dharmasastra.

“Penting untuk kita bersama dalam upaya mewujudkan Asta Cita Presiden Prabowo. Hal itu hanya bisa diwujudkan dengan kualitas kepeminpinan yang baik. Dalam konteks Hindu, kita kenal delapan konsep kepemimpinan yang disebut Asta Brata,” tutur Wisnu Bawa Tenaya. 

Dalam kesempatan itu, Wisnu Bawa Tenaya berharap Dharma Santi bisa menjadi ajang untuk saling menguatkan satu sama lain dan sebagai ajang untuk mampu melatih mental pemimpin.

“Dharma Santi adalah ajang simakrama, sarana saling menguatkan, dan melatih mental kepemimpinan. Pemimpin itu harus dipentaskan, harus tampil, agar sikapnya teruji. Kita harus punya keunggulan bukan hanya komparatif, tapi juga kompetitif,” tegas mantan Danjen Kopassus ini. 7 k22
Read Entire Article