ARTICLE AD BOX
Pengusiran yang dilakukan secara kolektif itu menyisakan trauma, terutama bagi anak-anak yang ikut terdampak. Suasana mencekam menyelimuti saat rombongan warga datang pada malam hari.
“Saat itu anak-anak kami yang masih kecil, usia 2 sampai 5 tahun, menjerit ketakutan. Mereka menyaksikan langsung keributan, ada yang teriak ‘bakar’ dan ‘bunuh’,” tutur Made Sudiarta, salah satu warga yang kini masih mengungsi di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Banjarangkan, Jumat (16/5/2025).
Berdasarkan data yang dihimpun, terdapat enam anak dan dua lansia dalam kondisi sakit yang ikut terdampak pengusiran. Kedua lansia itu—masing-masing berusia 57 dan 76 tahun—akhirnya dirujuk ke Puskesmas Nusa Penida untuk perawatan medis setelah dipaksa keluar dari rumah mereka.
Proses pengusiran sempat dikawal pihak kepolisian dari Polsek Nusa Penida, yang kemudian mengevakuasi warga terdampak ke kantor polisi sebelum akhirnya dipindahkan ke Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) di wilayah daratan Klungkung.
Namun pengungsian berkepanjangan memunculkan problem baru, terutama dalam bidang pendidikan dan pekerjaan. Para orang tua tak bisa kembali bekerja secara maksimal, sementara anak-anak terpaksa berhenti sekolah selama sebulan.
“Anak saya sempat tak sekolah dari tanggal 30 Maret sampai 30 April. Kami sudah ditawari sekolah baru oleh Dinas Sosial, tapi anak-anak menolak. Mereka tetap ingin sekolah di tempat semula, di Nusa Penida,” ujar Wayan Widi, salah satu wali murid.
Baru pada 5 Mei 2025, anak-anak diperbolehkan kembali menempuh pendidikan di sekolah lama mereka. Namun, tempat tinggal mereka tetap di SKB yang berada di luar pulau. Aktivitas sekolah kini dilakukan dengan sistem antar-jemput oleh pihak keluarga dengan dukungan relawan.
Situasi ini juga berdampak pada aspek psikologis dan sosial warga. Meski sudah mulai beraktivitas, para pengungsi belum diperbolehkan kembali ke rumah mereka di Nusa Penida.
“Yang kami harapkan sekarang hanya satu: bisa kembali ke rumah, hidup seperti biasa. Anak-anak juga ingin pulang, mereka terus menanyakan kapan bisa tidur di tempat tidur sendiri,” ujar Made Sudiarta lirih.