ARTICLE AD BOX
Hal tersebut disampaikan dalam konferensi pers di Jayasabha, Denpasar, Senin (12/5/2025), bersama Ketua DPRD Bali Dewa Made Mahayadnya, Kapolda Bali Irjen Pol Daniel Adityajaya, Pangdam Udayana Mayjen TNI Piek Budyakto, Kajati Bali Ketut Sumedana, Danrem 163/Wira Satya Brigjen TNI Ida I Dewa Agung Hadisaputra, dan Koordinator Binda Bali Wilayah Denpasar Letkol Arm Agustinus Supriadi.
“Kalau mereka (GRIB) mendaftar, ya tidak akan diterima. Pemerintah Daerah kan berhak menolak sesuai kebutuhan dan pertimbangan di daerah,” ungkap Koster kepada wartawan, Senin pagi.
Gubernur menjelaskan, sekarang ini telah terdaftar sebanyak 298 ormas di wilayah Provinsi Bali. GRIB Jaya sendiri tidak termasuk dalam deretan ratusan ormas yang sudah terdaftar tersebut.
PP Nomor 58 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas mewajibkan ormas memberitahukan keberadaan kepengurusannya di daerah kepada Pemerintah Daerah.
Dalam keterangannya, Koster menegaskan bahwa Gubernur sebagai Kepala Daerah memiliki kewenangan untuk tidak menerbitkan SKT Ormas. Diterbitkannya atau tidak SKT tersebut berdasarkan pertimbangan kondisi di wilayah Provinsi Bali.
“Kebebasan berkumpul tidak berarti sebebas-bebasnya. Negara mengatur supaya dia tertib, kondusif, dan berkontribusi terhadap pembangunan bangsa dan negara,” tutur Gubernur asal Desa Sembiran, Tejakula, Buleleng ini.
Lanjutnya, ormas yang tidak terdaftar di Bali tidak diakui keberadaannya. Dengan demikian, Koster menekankan ormas tersebut tidak dapat melanjutkan operasionalnya di wilayah Provinsi Bali.
Sementara itu, Koster menegaskan, Bali tidak butuh ormas berkedok menjaga keamanan dengan tindakan premanisme dan kekerasan. Sebab, kolaborasi negara dan adat telah berjalan melalui Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat (Sipandu Beradat) dan Bantuan Keamanan Desa Adat (Bankamda).
“Kami sepakat mengambil sikap untuk menindak tegas ormas yang melakukan tindakan premanisme dan kriminalitas, serta meresahkan masyarakat,” tegas Koster bersama petinggi penegak hukum, pertahanan, dan intelijen Pulau Dewata, Senin pagi. *rat
“Kalau mereka (GRIB) mendaftar, ya tidak akan diterima. Pemerintah Daerah kan berhak menolak sesuai kebutuhan dan pertimbangan di daerah,” ungkap Koster kepada wartawan, Senin pagi.
Gubernur menjelaskan, sekarang ini telah terdaftar sebanyak 298 ormas di wilayah Provinsi Bali. GRIB Jaya sendiri tidak termasuk dalam deretan ratusan ormas yang sudah terdaftar tersebut.
PP Nomor 58 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas mewajibkan ormas memberitahukan keberadaan kepengurusannya di daerah kepada Pemerintah Daerah.
Dalam keterangannya, Koster menegaskan bahwa Gubernur sebagai Kepala Daerah memiliki kewenangan untuk tidak menerbitkan SKT Ormas. Diterbitkannya atau tidak SKT tersebut berdasarkan pertimbangan kondisi di wilayah Provinsi Bali.
“Kebebasan berkumpul tidak berarti sebebas-bebasnya. Negara mengatur supaya dia tertib, kondusif, dan berkontribusi terhadap pembangunan bangsa dan negara,” tutur Gubernur asal Desa Sembiran, Tejakula, Buleleng ini.
Lanjutnya, ormas yang tidak terdaftar di Bali tidak diakui keberadaannya. Dengan demikian, Koster menekankan ormas tersebut tidak dapat melanjutkan operasionalnya di wilayah Provinsi Bali.
Sementara itu, Koster menegaskan, Bali tidak butuh ormas berkedok menjaga keamanan dengan tindakan premanisme dan kekerasan. Sebab, kolaborasi negara dan adat telah berjalan melalui Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat (Sipandu Beradat) dan Bantuan Keamanan Desa Adat (Bankamda).
“Kami sepakat mengambil sikap untuk menindak tegas ormas yang melakukan tindakan premanisme dan kriminalitas, serta meresahkan masyarakat,” tegas Koster bersama petinggi penegak hukum, pertahanan, dan intelijen Pulau Dewata, Senin pagi. *rat