ARTICLE AD BOX
Putusan ini sama persis seperti tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Made Eddy Setiawan dkk dalam sidang sebelumnya. Ketua Majelis hakim Putu Gde Noviartha menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf g Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001.
“Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda sebesar Rp 200 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama satu bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim Putu Gde Noviartha yang Ketua Pengadilan Negeri (KPN) Tabanan didampingi hakim anggota Imam Santoso dan Nelson. Atas putusan ini baik JPU maupun terdakwa kompak menyatakan pikir-pikir.
Dalam pertimbangan majelis hakim, hal yang memberatkan putusan yaitu terdakwa tidak mengakui perbuatannya serta bertentangan dengan upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum dan bersikap sopan selama persidangan. Kasus ini sebelumnya mencuat Ketut Luki terjaring OTT usai diduga meminta uang tunai Rp 20 juta kepada kontraktor proyek pembangunan Pura Desa dan Pura Puseh di Desa Adat Kutaraga, Desa Bongkasa, Kecamatan Abiansemal, Badung yang disebut-sebut untuk keperluan pribadi membangun rumahnya.
Bermula pada tahun 2024, Desa Bongkasa, Kecamatan Abiansemal, Badung mendapatkan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) dari APBD Kabupaten Badung sebesar Rp 22,5 miliar, setidaknya ada tujuh proyek yang dibiayai dari anggaran ini. “Salah satunya adalah pembangunan Pura Desa dan Pura Puseh Desa Adat Kutaraga dengan anggaran sebesar Rp 2,47 miliar. Proyek tersebut dimenangkan oleh CV Wana Bhumi Karya melalui proses lelang,” terang JPU.
CV Wana Bhumi Karya yang memenangkan lelang proyek sempat mengalami hambatan dalam pencairan dana termin oleh terdakwa Ketut Luki yang saat itu menjabat Perbekel. Pada tanggal 8 Agustus 2024, CV Wana Bhumi Karya mengajukan permohonan pembayaran termin pertama sebesar Rp 603.650.200 setelah mencapai progres pekerjaan 25%.
Namun, terdakwa justru menunda proses pencairan dana dengan alasan yang tidak jelas. Termin tersebut baru diproses pada 19 Agustus 2024 setelah melalui serangkaian proses administrasi dan otorisasi. Akhirnya pada 20 Agustus 2024 dana sebesar Rp 534.312.002 akhirnya ditransfer setelah dipotong pajak dari rekening desa ke rekening milik CV Wana Bhumi Karya. Menurut JPU hal ini tidak bisa dibenarkan karena standar waktu normal, proses pencairan hanya memerlukan tiga hingga lima hari kerja.
Masalah kembali muncul pada pembayaran termin kedua yang diajukan pada 24 Oktober 2024 setelah progres pekerjaan mencapai 50%. Sama seperti sebelumnya, lagi-lagi terdakwa menunda pencairan dana dengan alasan yang tidak jelas. Singkat kata dana tersebut tidak kunjung cair. Puncaknya terjadi pada 30 Oktober 2024, Komisaris CV Wana Bhumi Karya, Ni Luh De Widyastuti, turun tangan menghubungi terdakwa. Terdakwa megatakan “Sing ngidang bantu bapak ne? Karna bapak membangun jumah, pang ade anggo meli bata” (Apakah tidak bisa bantu Bapak? Karena bapak lagi membangun dirumah supaya ada untuk beli bata), kemudian dijawab oleh Widyastuti, “Nah, yang penting ngidang cair” (Iya, yang penting bisa dicairkan).
Namun ternyata setelah diselidiki permohonan pembayaran termin II tersebut belum juga diproses oleh terdakwa. Barulah di tanggal 4 November 2024 dana tersebut dicairkan. Saat itu terdakwa menghubungi Widyastuti sambil mengatakan “Sampun tyang cairkan, be lebih tyang cairkan, lebih nae baang bapak dik” (Sudah saya cairkan, sudah lebih saya cairkan, tolong lebihkan sedikit bapak ngasinya), kemudian Widyastuti, menjawab “O nah, nah, Pak Tut” (Iya, iya, Pak Tut). Setelah itu akhirnya uang pembayaran termin II sejumlah Rp 534.312.002 ditransfer ke rekening CV Wana Bhumi Karya.
Keesokan hari, setelah dana proyek dicairkan, Direktur CV Wana Bhumi Karya, Kadek Dodi Stiawan bersama Komisaris perusahaan menarik uang di Bank BPD Bali. Mereka kemudian menyerahkan uang Rp 20 juta kepada pegawai perusahaan, I Putu Gede Widnyana, yang bertugas mengantarkan uang kepada terdakwa di wilayah Abiansemal.
“CV Wana Bhumi Karya mengaku terpaksa memberikan uang tersebut karena khawatir pencairan termin berikutnya akan kembali dipersulit, karena mereka membutuhkan modal untuk membiayai proyek lainnya yang sedang dikerjakan untuk pembelian material dan gaji karyawan,” tukas JPU. Saat uang itu sudah dititipkan ke Putu Gede Widnyana dan ingin diberikan ke terdakwa, terdakwa mengatakan dia sedang berada di Puspem Badung dan titipan tersebut agar dibawa ke lapangan parkir sebelah utara Puspem Badung. Di sanalah Ditreskrimsus Polda Bali yang sudah mengetahui hal ini segera melakukan penangkapan dan penggeledahan terhadap terdakwa. 7 t