Mengenal I Made Marta,81, Penjaga Eksistensi Gamelan Batel dan Wayang Lemah Khas Badung

1 day ago 1
ARTICLE AD BOX
MANGUPURA, NusaBali
I Made Marta,81, adalah seniman senior asal Banjar Purwakerta, Desa Adat Gerih, Desa/Kecamatan Abiansemal, Badung yang menguasai dua aspek penting pertunjukan wayang, yakni pedalangan dan karawitan. Sampai saat ini, Marta terus menurunkan pakem tabuh wayang dan pedalangan yang berkembang di Badung utara masing-masing pada periode tahun 1940-an dan 1960-an. Penurunan ilmu yang diwarisi dari proses belajar otodidak ini telah menghasilkan banyak penabuh dan dalang baru.

“Sebelum ngedalang, saya lebih dulu belajar gender wayang karena ayah saya sendiri adalah tukang gender yang mengiringi hampir setiap pertunjukan wayang yang datang ke Gerih,” ujar Marta saat ditemui di Sanggar Seni Laras Manis, Banjar Umahanyar, Desa Darmasaba, Abiansemal, Badung, Senin (19/5) lalu. Kata Marta, dia sudah mulai belajar gender sejak usia SD. Kala itu, penabuh gender wayang masih jarang sehingga hampir setiap pertunjukan wayang yang datang ke Desa Adat Gerih memakai jasa ayahnya. 

Dari sana, pria kelahiran 1944 ini kerap jadi bagian pertunjukan wayang baik di Gerih maupun di luar desa. “Apalagi, di sebelah rumah saya itu dahulu ada dalang yang biasa diiringi ayah saya. Beliau bernama Dalang Ketut Lemuh saat walaka karena setelahnya beliau menjadi Sri (Pandita) Mpu,” ungkap Marta yang sudah dianggap maestro oleh komunitas seniman dalang dan karawitan di Badung ini. Marta menuturkan, dalam proses menguasai pedalangan, kebanyakan belajar dari melihat permainan dalang periode 1960-an saat jadi penabuh iringan pertunjukan wayang. Karena proses tersebut, ia menyerap teknik dan gaya para dalang yang populer waktu itu, termasuk dari dua kiblat wayang Badung yakni Bongkasa dan Buduk.

Pedalangan Bongkasa yang dipopulerkan IB Gede Sarga membentuk kekhasan pertunjukan wayang kulit tradisi dengan lelampahan Ramayana versi Badung. Sedangkan, pedalangan Buduk yang dipopulerkan IB Ngurah (Dalang Buduk) membentuk kekhasan Wayang Parwa versi Badung. “Kalau dalang-dalang Bongkasa saya lihat memang penokohannya kuat sekali. Sementara, Dalang Buduk paten dalam segi penceritaannya,” jelas Marta.

Ketika masih muda, Marta sering menerima permintaan pementasan wayang lemah maupun wayang peteng. Ketika mementaskan wayang lemah, ia memakai lelampahan Bharatayuda (Wayang Parwa). Sedangkan, wayang peteng memakai Ramayana dengan durasi bisa semalaman suntuk. Namun, karena faktor usia dan permintaan, kini Marta lebih banyak mementaskan wayang lemah yang merupakan bagian dari ritual. Di sisi lain, ia sendiri memang lebih menggeluti wayang lemah lantaran pakem-pakemnya masih kental karena posisinya sebagai sebuah persembahan keagamaan.

Marta mengatakan, di Kabupaten Badung, mungkin ia dalang wayang lemah tertua yang masih aktif memberikan persembahan. Di samping itu, teknik dan gaya pertunjukannya baik itu wayang lemah dan wayang peteng merupakan warisan dalang-dalang dari masa keemasan wayang kulit Badung era modern. “Kalau dibilang pintar dan menguasai (pedalangan khas Badung) ya tidak juga. Saya cuma sekadar bisa saja,” beber Marta.

Sementara itu, Marta juga dikenal sebagai maestro gamelan batel khas Badung lantaran batel merupakan pengiring Wayang Ramayana. Di mana, salah satu instrumen barungan batel adalah gender wayang. Kata dia, Wayang Ramayana yang mengikuti pakem haruslah diiringi gamelan batel. “Tidak menyalahkan yang memakai Semara Pegulingan, pakai gong (kebyar), pakai Semarandana. Itu boleh-boleh saja tetapi jangan bilang itu Wayang Ramayana karena itu termasuk wayang inovatif,” jelas Marta.

Di antara seni pedalangan dan karawitan yang masih Marta tekuni sampai saat ini, karawitan adalah yang paling banyak menghasilkan murid. Sebab, ia sering ditunjuk Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung membina kesenian batel maupun salah satu instrumen di dalamnya yakni gender wayang yang sekarang banyak dilombakan. Kata Marta, gender wayang adalah instrumen pengiring penting baik di wayang lemah maupun wayang peteng tradisi Ramayana khas Badung. Jika di Wayang Ramayana gender wayang jadi bagian dari barungan batel, di wayang lemah sepasang gender wayang jadi pengiring satu-satunya. “Sampai sekarang masih menerima permintaan persembahan wayang lemah. Masih juga melatih gender wayang karena sekarang mulai bermunculan lomba-lombanya,” tandas Marta. 7 ol1
Read Entire Article